Raja Faisal adalah kepala negara Arab Saudi yang paling populer hingga saat ini. Dia pernah dinobatkan sebagai Man of the Year 1974 versi majalah TIME, sebuah media massa terkemuka di Amerika Serikat. Namun penobatan itu bukan lantaran Faisal disenangi publik Amerika, tapi sebaliknya dia adalah orang yang pernah bikin pusing pemerintah Amerika, bahkan hampir membuat negara itu lumpuh akibat embargo minyak yang diprakarsainya.
Nama lengkapnya adalah Faisal Ibnu Abdul Aziz Ibnu Abdul Rahman Ibnu Faisal As-Saud. Ia dilahirkan pada bulan April 1906. Faisal adalah putra Raja Abdul Azis ibnu Saud pendiri dinasti Saudiyah di Jazirah Arab, sekaligus pendiri Kerajaan Arab Saudi pada tahun 1932.Faisal juga keturunan langsung Muhammad bin Abdul Wahhab, pendiri manhaj Salafiyyah, melalui ibunya. Salafiyyah adalah suatu gerakan reformasi dan purifikasi keagamaan Islam yang menjadi penyokong utama Raja Abdul Aziz saat mendirikan Kerajaan Arab Saudi.
Pendidikan Faisal terutama adalah pendidikan agama. Di antara keluarganya dia tergolong menonjol. Debut pertamanya adalah saat di masa remajanya, yakni saat berumur 13 tahun, Faisal berkesempatan menjadi orang pertama dalam keluarganya yang mengunjungi Inggris dan Perancis, selepas Perang Dunia I. Di sana ia dianugerahi medali St. George dan medali St. Michael dari Raja Inggris.
Pada umur 16 tahun Faisal dipercaya menjadi pemimpin sebuah ekspedisi untukmenumpas pemberontakan sebuah suku di Asir, Hijaz bagian Selatan. Kemudian pada umur 19 tahun ia menjadi komandan pasukan yang merebut kota Jeddah dari suku Hashemit, rival dinasti Arab Saudi.
Ayahnya mengangkat Faisal menjadi Raja Muda Hijaz pada tahun 1926. Setelah itu pada tahun 1930 ia diangkat menjadi menteri luar negeri. Faisal mencapai puncak karir militernya pada tahun 1934 dengan suatu kenaikan pangkat yang cepat setelah merebut pelabuhan Hoderida selama perang singkat melawan Yaman. Ia pergi ke Amerika Serikat untuk pertama kalinya pada saat dimulainya Perang Dunia II. Faisal kembali setelah perang itu berakhir tahun 1945. Ia ikut berpartisipasi dalam peristiwa pendirian Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di San Fransisco pada tanggal 24 Oktober 1945 sebagai wakil Arab Saudi.
Ketika ayahnya, Abdul Azis, wafat pada tahun 1953, kakak Faisal yang bernama Saud menggantikannya. Faisal menjadi putra mahkota Saud. Setahun kemudian, tepatnya tahun 1954, Faisal diangkat menjadi Perdana Menteri.Sebuah krisis keuangan pemerintah yang parah pada tahun 1958 mendorong pengalihan kekuasaan administratif secara penuh kepada Faisal. Sehingga Saud hanya sebagai simbol saja.
Pada tahun 1964, akhirnya Saud diturunkan dari tahtanya, digantikan Faisal. Raja baru ini kemudian bekerja dengan penuh semangat mempersatukan dunia Islam dan dunia Arab, sehingga menjadi pemimpin yang menonjol di dunia Islam dan dunia Arab.
Salah satu peran pentingnya adalah turut membidani lahirnya Organisasi
Konferensi Islam (OKI). Ini didorong oleh keinginannya yang kuat untuk
mempersatukan dunia Islam dan mempererat ukhuwah Islamiyah.
Faisal dikenal sebagai raja yang shalih dan sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Salah satu langkah awal dari program Faisal untuk mensejahterakan rakyatnya adalah me-’rumah’-kan rakyatnya. Hal ini karena mayoritas rakyatnya adalah orang-orang Badwi yang memiliki pola hidup nomaden (berpindah-pindah tempat tinggal) di padang pasir. Faisal berpendapat cara hidup seperti ini susah untuk membuat orang sejahtera. Untuk itu Faisal membangun prasarana berupa jalan beraspal, perumahan yang layak dan membuka lapangan pekerjaan di berbagai bidang untuk seluruh rakyatnya.
Faisal juga membuat pembaharuan dalam bidang pendidikan. Tadinya perempuan tidak diberi kesempatan memasuki sekolah. Sejak zaman pemerintahan Faisal perempuan didorong untuk sekolah. “…untuk pertama kali kita mendorong anak-anak perempuan untuk belajar di sekolah negeri,” kata Raja Faisal, seperti dikutip majalah National Geographic, edisi Januari 1966.Dengan dibuatnya jalan-jalan aspal modern di gurun-gurun pasir Arab Saudi maka perjalanan di gurun menjadi jauh lebih singkat. Sebuah perjalanan yang sebelumnya ditempuh 3-4 hari menjadi menjadi hanya 6-7 jam. Tentu saja ini jadi semakin menggerakkan roda ekonomi. Lalu lintas pun jadi semakin ramai. Gedung-gedung, apartemen-apartemen, dan hotel-hotel berdiri dalam waktu singkat. Pemandangan itu jadi mendominasi langit Makkah, Madinah, Jeddah, dan Riyadh.
Pada masa awal pemerintahan Faisal itu pula ditemukan ladang-ladang minyak baru di perairan Arab Saudi, terutama di lepas pantai kota Dahran. Penempuan ini jelas berdampak positif bagi program pembangunan yang dicanangkan Raja Faisal. Penemuan emas hitam itu membenarkan janji Allah dalam Al-Quran, “Jika penduduk suatu negeri beriman dan bertakwa, Allah akan menurunkan berkah dari langit dan bumi.”
Sejak itu Arab Saudi menjadi negara dengan sumber minyak bumi terbesar di dunia. Seluruh Timur Tengah pada tahun 1968 menghasilkan 3,8 milyar barel pertahun, terbesar di dunia. Cadangan minyak yang belum digali ada 248 milyar barel. Saingan terdekatnya adalah Afrika yang cadangan minyaknya 42,5 milyar barel. Keadaan itu menjadikan negara-negara di kawasan Timur Tengah mempunyai posisi tawar tinggi dalam politik ekonomi minyak melawan Uni Sovyet dan Amerika. Inilah yang disebut senjata minyak, karena konsumsi minyak tertinggi adalah negara-negara industri yaitu Amerika, Jepang dan benua Eropa.
Dalam perang Enam Hari antara negara-negara Arab melawan Israel pada bulan Juni 1967, Arab Saudi tidak melibatkan tentaranya. Namun pemerintah negeri itu memberikan subsidi ekonomi yang tinggi kepada negara-negara Arab yang memerangi Israel, yakni Mesir, Yordan dan Suriah. Pada Perang Yom Kippur tahun 1973, perang besar kedua antara Arab Israel, Arab Saudi kembali mengambil peran besar dalam mendanai perang itu. Perang itu disebut Perang Yom Kippur karena peperangan itu terjadi pada saat hari raya umat Yahudi, Yom Kippur. Kadang disebut juga Perang Badar Baru karena terjadi pada bulan Ramadhan.
Berkat dukungan itu, pasukan Mesir yang terdiri dari sukarelawan Ikwanul
Muslimin dan tentara reguler Mesir menghasilkan kemenangan yang gilang-gemilang. Pasukan Israel terpukul mundur dari tepi timur Terusan Suez dan terpukul mundur pula dari sebagian Jazirah Sinai. Kemenangan ini juga berkat strategi yang hebat. Pada saat pasukan Mesir menyerang dari arah Barat, pada saat yang sama tentara Irak dan Yordania menyerang dari arah timur, tentara Suriah dan Libanon dari arah utara, serta mujahidin Palestina dari dalam kota-kota di wilayah pendudukan Israel.
Sebagian besar biaya perang ini ditanggung oleh Arab Saudi. Karena Amerika Serikat dan negara-negara industri Eropa diketahui menjadi pendukung penuh Israel, Raja Faisal kemudian menggunakan minyak sebagai salah satu senjata perangnya. Ia memimpin embargo minyak kepada negara-negara Barat.
Akibatnya industri dan transportasi di negara Barat menjadi kacau. Rakyat
Amerika dan Eropa mengantri panjang untuk mendapatkan BBM. BBM dijatah seperti Indonesia pada masa krisis. Akibatnya Amerika terpaksa menghentikan sementara bantuannya kepada Israel. Untuk mengatasi krisis Presiden AS Richard Nixon sampai turun tangan langsung.Ia segera mengunjungi Raja Faisal di negaranya pada bulan Juni 1974 dan memintanya menyerukan penghentian embargo minyak dan perang Arab-Israel. Dengan penuh izzah Raja Faisal berkata,
“Tidak akan ada perdamaian sebalum Israel mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas pada tahun 1967!”
Alhasil Nixon pulang ke negaranya dengan tanpa hasil. Penolakan itu jelas
membuat Amerika merasa geram. Diam-diam mereka merencanakan sebuah operasi untuk menyingkirkan Raja Faisal. Pada tanggal 25 Maret 1975 Faisal wafat, dibunuh oleh keponakannya sendiri di istananya. Penyelidikan resmi menyatakan pembunuhan itu dilakukan sendiri. Namun
banyak orang yakin, Amerika dengan CIA-nya berperang sebagai dalang pembunuhan itu.
Selamat jalan wahai raja yang adil dan pemberani. Semoga Allah menempatkan engkau bersama para syuhada di surga-Nya…amin
Wallahu a’lam bish-shawab.